Senin, 08 Februari 2010

Dua pertiga Anak Usia Sekolah Mempunyai Teman Khayalan pada Umur 7 Tahun


Imajinasi hidup dan berkembang di pikiran anak-anak usia sekolah. Menurut sebuah penelitian baru oleh psikolog University of Washington dan University of Oregon, umumnya 65 persen anak-anak melaporkan bahwa pada usia 7 tahun mereka memiliki teman khayalan .

Penelitian juga menunjukkan bahwa memiliki teman khayalan lebih umum di kalangan anak-anak usia sekolah dibandingkan usia prasekolah. Tiga puluh satu persen dari anak-anak usia sekolah sedang bermain dengan teman khayalan ketika mereka ditanya tentang aktivitas tersebut, dibandingkan dengan 28 persen dari anak-anak prasekolah.

"Temuan ini menarik karena bertentangan dengan begitu banyak teori pertengahan masa kanak-kanak, seperti yang diusulkan oleh Sigmund Freud dan Jean Piaget. Mempunyai teman khayalan adalah hal yang biasa bagi anak-anak usia sekolah," kata Stephanie Carlson, seorang UW asisten profesor psikologi .

Marjorie Taylor, seorang profesor psikologi di University of Oregon, dan Carlson adalah penulis utama penelitian yang diterbitkan dalam edisi terbaru jurnal Developmental Psychology.

Memiliki teman khayalan tampaknya merupakan proses yang berkelanjutan dan berubah karena seorang anak tidak harus bermain dengan teman khayalan yang sama sepanjang masa kanak-kanak. Carlson mengatakan beberapa anak dilaporkan memiliki banyak teman khayalan. Jumlah sahabat khayalan yang digambarkan oleh anak-anak berkisar dari satu sampai 13 pribadi yang berbeda.

"Hal ini seperti pintu berputar. Anak-anak cepat berteman dengan teman-teman khayalan ini dan kadang-kadang kita mengalami kesulitan menjaga segala yang dimilikinya," katanya.

Beberapa tahun yang lalu para peneliti awalnya merekrut 152 anak-anak prasekolah usia 3 dan 4 tahun bersama orangtua mereka. Setiap anak dan orang tua diwawancarai secara terpisah tentang teman khayalan. Para peneliti juga mengumpulkan data tentang kemampuan verbal anak-anak dan memberi mereka serangkaian tugas standar untuk menilai perkembangannya, atau yang disebut psikolog, teori pikiran. Tiga tahun kemudian, 100 dari anak-anak tersebut (50 perempuan dan 50 laki-laki) dan orangtua mereka secara sukarela diteliti untuk penelitian yang baru diterbitkan. Anak-anak dan orangtua mereka diwawancarai lagi secara terpisah tentang teman khayalan. Orangtua juga mengisi pertanyaan tentang kepribadian anak mereka dan anak-anak mengerjakan serangkaian tugas standar untuk mengukur pemahaman sosialnya.

Anak-anak dianggap memiliki teman khayalan jika mereka mengatakan bahwa mereka memilikinya dan memberikan keterangan tentang itu. Jika teman mereka adalah boneka atau boneka binatang, anak-anak juga harus menyertakan rincian psikologis (seperti "Dia baik padaku") untuk itu akan dianggap sebagai teman khayalan.

Menurut Carlson sahabat khayalan yang digambarkan oleh anak-anak mempunyai berbagai samaran fantastis, termasuk anak laki-laki dan perempuan tak terlihat, tupai, macan kumbang, anjing, gajah setinggi 7 inchi dan boneka GI Joe berumur 100 tahun. Sementara 52 persen sahabat khayalan anak-anak prasekolah didasarkan pada alat-alat bantu seperti mainan khusus, 67 persen yang diciptakan oleh anak-anak usia sekolah tak terlihat.

Studi juga menunjukkan bahwa:

* Anak perempuan usia prasekolah lebih cenderung memiliki teman khayalan, dan pada usia 7 tahun anak laki-laki sama seperti anak perempuan cenderung untuk memilikinya. * 27 persen dari anak-anak mempunyai teman khayalan yang tidak diketahui oleh orangtuanya.
* 57 persen sahabat khayalan anak-anak usia sekolah adalah manusia dan 41 persen hewan. Salah satu teman adalah seorang manusia yang mampu mengubah dirinya menjadi hewan apapun yang diinginkan anak.
* Tidak semua teman khayalan ramah. Sejumlah teman khayalan tidak terkontrol bahkan ada yang mengganggu.

Para peneliti juga ingin tahu mengapa anak-anak berhenti bermain dengan teman-teman khayalan. "Teman khayalan oleh banyak anak diperlakukan dengan cara yang sama seperti ketika mereka kehilangan minat pada mainan atau kegiatan lain," kata Carlson. "Dalam banyak kasus, mereka menghilang begitu saja, atau anak-anak tidak ingat. Di lain waktu anak-anak menggantikan teman khayalan lama dengan yang baru, atau mereka melanjutkan ke persahabatan dengan anak-anak yang nyata untuk memenuhi beberapa kebutuhan yang sama."

Para peneliti juga melihat terjadi peniruan pada masa kanak-kanak - berpura-pura menjadi karakter khayalan - dan menemukan hal itu terjadi secara umum. Hampir semua anak-anak prasekolah berpura-pura menjadi binatang atau orang lain dan 95 persen anak-anak usia sekolah terlibat dalam peniruan. Para peneliti tidak meneliti peniruan sedetail seperti yang mereka lakukan pada sahabat khayalan, dan terkejut bahwa begitu banyak anak usia sekolah terus terlibat dalam kegiatan itu. Menurut Carlson, satu penemuan yang menarik adalah bahwa anak-anak usia sekolah yang mempunyai skor peniruan sedikit atau tidak ada, memiliki pemahaman emosional yang rendah terhadap orang lain.

Dia mengatakan bahwa khayalan - berinteraksi dengan teman khayalan dan peniruan - berperan penting dalam perkembangan anak, baik secara kognitif maupun emosional. Kegiatan semacam ini memungkinkan anak untuk mengatur situasi sosial dalam konteks yang aman, seperti berlatih bagaimana menangani konflik dengan sesuatu yang mungkin atau mungkin tidak berbicara kepada mereka. Secara kognitif hal ini membantu mereka untuk berurusan dengan simbol-simbol dan pemikiran yang abstrak, yang mengawali mereka berpikir abstrak tentang identitas mereka sendiri.

"Teman khayalan memiliki nilai buruk dari psikolog untuk waktu yang lama, dan persepsi itu membuat orang tua mendapatkan pesan bahwa memiliki teman khayalan itu tidak sehat," katanya. "Tapi penelitian ini menunjukkan bahwa hampir dua pertiga dari anak-anak memiliki teman khayalan dan fakta yang mencolok adalah bahwa anak-anak dari semua tipe kepribadian memiliki sahabat khayalan."

University of Oregon mendanai penelitian ini. Co-penulis dari penelitian ini adalah mantan mahasiswa Universitas Oregon Bayta Maring, Lynn Gerow dan Carolyn Charley.

dari: ScienceDaily (13 Desember 2004)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar